Perusahaan Keluarkan USD500 ribu Untuk Serangan Cyber




Tanpa Kertas - Kerugian pada perusahaan yang disebabkan oleh serangan siber sangat signifikan.

Menurut Studi Asia Pacific Security Capabilities Benchmark Cisco 2018, 66 persen perusahaan mengeluarkan USD500 ribu atau lebih untuk mengatasi serangan siber.

Sementara 13 persen responden mengatakan bahwa mereka mengeluarkan USD5 juata atau lebih. Kerugian ini mencakup pendapatan yang hilang, kehilangan pelanggan dan biaya lainnya.

Dari responden survei, sebanyak 67 persen mengaku bahwa mereka mendapatkan lebih dari 5 ribu peringatan akan serangan siber setiap harinya. Anehnya, dari semua peringatan itu, hanya 47 persen peringatan yang diselidiki lebih lanjut.

Sebanyak 38 persen dari peringatan yang diselidiki diketahui merupakan ancaman serius. Seolah itu tidak cukup buruk, hanya 43 persen yang ditindaklanjuti.

Seiring dengan berkembangnya teknologi, maka jenis dan jumlah serangan siber juga menjadi semakin bertambah. Sebanyak 96 persen responden mengaku bahwa organisasi mereka pernah mengalami serangan siber pada tahun lalu.

“Indonesia sangat diuntungkan dari adopsi digital dalam beberapa tahun terakhir. Kemajuan teknologi yang berkelanjutan menciptakan peluang lebih besar bagi Indonesia ke depannya," kata kata Marina Kacaribu, Managing Director Cisco Indonesia.

"Namun, untuk dapat memaksimalkan potensi ekonomi digital, sangat diperlukan kesiapan dalam menghadapi ancaman keamanan siber yang terus berkembang. Pada kenyataannya, kesuksesan ekonomi digital sangat ditentukan oleh kemampuan suatu negara dalam menghadapi tantangan ancaman siber.”

Sekarang, serangan siber tidak hanya menargetkan infrastruktur TI, tapi juga infrastruktur operasional.

Sebanyak 40 persen responden survei mengatakan bahwa infrastruktur operasional mereka jadi target serangan, sementara 40 persen menduga bahwa infrastruktur operasional mereka akan jadi target. Karena itu, para responden berharap bahwa kebijakan keamanan akan ditingkatkan.

“Keamanan siber bukan lagi sekedar upaya yang dilakukan perusahaan untuk melindungi infrastruktur Teknologi Informasi-nya saja. Saat ini, mitra bisnis, pelanggan, dan karyawan mengharapkan perusahaan untuk menjaga keamanan datanya juga," kata Stephen Dane, Managing Director of Security for Asia Pacific, Japan and China Cisco.

"Dengan adanya pemberlakuan peraturan ketat terkait penggunaan data seperti Peraturan Perlindungan Data Umum Uni Eropa (General Data Protection Regulation/GDPR), perusahaan akan semakin dituntut untuk menerapkan kebijakan, teknologi, dan sumber daya yang tepat demi menjamin keamanan siber-nya.

"Perusahaan yang masih tertinggal dalam hal ini, bukan hanya akan berisiko menanggung biaya penalti yang tinggi, tapi juga akan kehilangan kepercayaan pelanggannya."




Via MetroTv
 

Comments